Jadilah kita insan pemaaf
SATU hari raut wajah Rasulullah s.a.w
tampak berseri-seri dengan menampakkan
senyumannya sehingga kelihatan kilauan gigi putihnya.
Maka Umar bertanya ada apa gerangan.
Sabda Rasulullah s.a.w:
“Aku lihat ada dua orang
daripada umatku yang mendatangi
Allah ‘Azza wa Jalla.
Yang satu berkata,
‘Ya Rabbi, hukumlah orang ini
yang mengambil hak dan menganiayaku di dunia.”
Lalu Allah memerintahkan kepada
si zalim itu supaya mengembalikan haknya.
‘Ya Rabbi’, kata si zalim,
“Aku tidak lagi memiliki simpanan
perbuatan baik yang bisa menggantikan haknya.”
Dia sudah tidak memiliki sisa-sisa perbuatan baik
untuk menggantimu, lalu apa
yang kau harapkan darinya?”
kata Allah kepada satunya.
‘Ya Rabbi’,
pindahkan kepadanya dosa-dosaku.
Biar dia yang memikulnya,” katanya.
“Tiba-tiba air mata Rasulullah
mengalir membasahi pipinya
kerana mengenang hari-hari
yang maha dahsyat itu.
Baginda berkata,
“Hari itu adalah
hari-hari yang maha dahsyat,
hari di mana setiap orang berusaha
untuk melepaskan setiap beban dosa
yang dipikulnya.”
Kemudian, Allah berkata kepada si teraniaya,
“Wahai Fulan,
angkat pandanganmu dan lihatlah
syurga-syurga yang tersedia.’
‘Ya Rabbi,
saya lihat negeri yang terbuat
dari perak dan istana dari emas
yang terhias indah dengan
mutiara yang berkilauan.
Apakah semua itu Engkau
persiapkan untuk Nabi dan Rasul-Mu,
para siddiqin dan orang-orang yang syahid?
Tidak, kata Allah.
Semua itu Aku siapkan
bagi siapa saja yang sanggup membelinya.
Siapakah mereka Ya Rabbi?
‘Engkau juga mampu memilikinya.’
Bagaimana caranya?
“Dengan memaafkan saudaramu itu.”
Kalau begitu, aku maafkan dia ya Rabbi.’’
Ambillah tangan saudaramu itu
dan masuklah kalian ke dalam
syurga yang Aku janjikan.’”
Kemudian Nabi mengakhiri kisah itu
dengan sabdanya,
“Bertakwalah kamu kepada Allah
dan berbuat baiklah dalam hubungan
antara sesama. Sungguh Allah
akan mendamaikan antara orang-orang
yang beriman kelak pada hari kiamat.”
Apa yang kita fikirkan
selepas membaca kisah
yang dibawakan Rasulullah di atas?
Adakah kita langsung teringat
kepada orang-orang yang pernah
berbuat salah kepada kita?
Adakah
keinginan kita untuk segera memaafkannya?
Jika begitu,
berbahagialah, kerana sesungguhnya tulisan ini
dimaksudkan supaya kita menjadi orang
yang sentiasa berlapang dada,
mudah meminta maaf dan memberi maaf
kepada orang yang melakukan kesalahan.
Jangan anggap meminta maaf itu
perkara yang mudah dilakukan.
Beratnya meminta maaf itu
sama dengan susahnya memberi maaf.
Seseorang yang diliputi perasaan sombong,
baik kerana pangkat dan kekuasaannya,
atau kerana status sosialnya,
tidak mudah meminta maaf jika melakukan kesalahan.
Pemimpin yang nyata melakukan kesalahan
kepada rakyatnya tidak serta-merta meminta maaf.
Mereka meminta maaf selepas mendapat protes keras
termasuk tekanan daripada golongan atasannya.
Sesungguhnya
meminta maaf itu bukan pekerjaan ringan.
Orang-orang yang hatinya masih diliputi
perasaan-perasaan sombong, merasa lebih baik,
kadang-kadang akan berasa bersalah jika meminta maaf.
Apalagi
meminta maaf kepada orang
yang selama ini dianggap lebih rendah darinya.
Jika meminta maaf,
terutama kepada orang
yang lebih rendah darjat sosialnya itu
bukan perbuatan mudah, apalagi
memberi maaf kepada orang yang melukai hatinya.
Pekerjaan itu jauh lebih berat lagi,
apalagi untuk sebuah kesalahan
yang menggores hati.
Kadang-kadang dendam itu
dibawa hingga ke mati.
Hanya orang-orang tertentu saja
yang sanggup melakukannya.
Rasulullah adalah orang
yang paling lapang dadanya.
Baginda memaafkan tidak saja
orang yang pernah melukai hatinya
tetapi juga orang yang hampir-hampir
menghilangkan nyawanya.
Jabir ra berkata,
“Kami bersama Rasulullah
dalam perang Ghazwadz-Dzatirriqaa’
dan ketika istirahat kami
masing-masing mencari tempat perlindungan.
Jika ada pohon yang besar
maka kami berikan kepada Nabi untuk
berteduh di bawahnya.
Ketika Rasulullah sedang terlelap tidur,
datanglah seorang musyrik
mengambil pedang Rasulullah
yang tergantung di pohon.
Lalu dihunusnya dan dia bertanya kepada Nabi,
“Apakah anda takut kepadaku?
Jawab Nabi,
“Tidak.”
Lalu dia bertanya,
“Siapakah yang dapat mempertahankan
engkau dari seranganku?
Jawab nabi,
“Allah.’”
Dalam riwayat Abu Bakar al-Isma’ily,
ketika jatuhlah pedang itu,
dan Nabi bertanya,
“Siapakah
yang dapat mempertahankanmu dari padaku?”
Jawab orang musyrik itu,
“Jadilah yang sebaik-baik menuntut balas.”
Maka,
Rasulullah s.a.w bertanya kepadanya,
“Mahukah engkau mengucap syahadah?”
Jawab orang itu,
“Tidak, tetapi saya berjanji kepadamu
tidak akan memerangi engkau,
dan tidak akan membantu orang
yang memerangi kamu.”
Maka,
dilepaskan si musyrik itu dan sekembalinya
kepada kaumnya dia berkata,
“Aku datang daripada orang
yang sebaik-baik manusia.”
Dalam Islam,
ketika seseorang dizalimi,
ada dua hak baginya.
Pertama,
membalas dengan setimpal perbuatannya.
Manakala yang kedua
memaafkannya.
Jika dipilih alternatif pertama,
maka balasan itu tidak boleh lebih berat,
walaupun kepada musuh Islam.
Umat Islam dilarang membalas secara melampaui batas. Jika pilihan kedua dipilih, maka orang itu sudah membeli syurga. Harga maaf itu mahal, setimpal dengan harga syurga.
Manusia tidak akan pernah terlepas daripada melakukan dosa. Orang baik menurut ajaran Islam bukanlah mereka yang tidak pernah bersalah, melainkan orang yang apabila berbuat kesalahan dia segera menyedari kesalahannya itu kemudian meminta ampun kepada Allah.
Allah Yang Maha Bijaksana membuka pintu maaf selebar-lebarnya. Kesalahan, tidak saja dilakukan kepada Allah tetapi lebih banyak lagi kepada sesama manusia.
Pergaulan dalam masyarakat perlu berjalan secara sihat, harmonis dan penuh kasih sayang. Jadilah orang yang suka meminta maaf dan memaafkan orang lain.
1 ulasan:
kite mungkin susah nak maafkan orang.. tapi kalau itu yang terbaikk ape salahnyakan ubah sikap tu... moga menjadi lebih yang terbaik apabila kite mudah memaafkan...
Catat Ulasan